Pasal Pesangon di UU Cipta Kerja 812 Halaman Berubah, Siapa Diuntungkan?



 Finalisasi draft Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja sudah selesai serta tebalnya sekarang jadi 812 halaman. Naskah yang siap diberikan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini terbagi dalam 15 bab, 11 cluster serta 186 klausal.


Draft UU Cipta Kerja 812 halaman ini gagasannya akan diberikan DPR ke pemerintahan serta Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Rabu (14/10/2020) ini hari.


"Kemungkinan esok DPR akan memberikan itu ke eksekutif. Insya Allah draft itu telah final mereka," kata Kepala Tubuh Pengaturan Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia di Selasa 13 Oktober 2020.


Dalam draf UU Cipta Kerja versus 812 halaman ini, ada banyak perombakan dari naskah awalnya yang dengan tebal 1.035 halaman. Diantaranya berkaitan pembayaran pesangon, sama seperti yang tertera di Klausal 156 halaman 355 UU Cipta Kerja.


Situs judi online terpercaya tahun 2020 Di halaman itu, dituliskan jika ketetapan Klausal 156 dirubah dari naskah UU Cipta Kerja awalnya yang dengan tebal 1.035 halaman. Perombakan pertama kali berlangsung di Klausal 156 ayat (1).


Versus 812 Halaman:


Klausal 156 (1) Dalam soal berlangsung penghentian hubungan kerja, pebisnis harus bayar uang pesangon serta/atau uang penghargaan waktu kerja serta uang pergantian hak yang semestinya diterima.


Versus 1.035 halaman:


Klausal 156 (1) Dalam soal berlangsung penghentian hubungan kerja seperti disebut dalam Klausal 154A, pebisnis harus bayar uang pesangon serta/atau uang penghargaan waktu kerja serta uang pergantian hak yang semestinya diterima.


Bisa diamati, berlangsung penghapusan frasa 'sebagaimana disebut dalam Klausal 154A' di Klausal 156 ayat (1) UU Cipta Kerjaversi 812 halaman.


Perombakan berlangsung di Klausal 156 ayat (2) berkaitan uang pesangon. Klausal itu di draft UU Cipta Kerja 1.035 halaman mengeluarkan bunyi seperti berikut:


(2) Uang pesangon seperti disebut di ayat (1) diberi terbanyak sesuai dengan ketetapan seperti berikut:


a. waktu kerja kurang dari satu (1) tahun, 1 (1) bulan upah;


b. waktu kerja 1 (1) tahun atau bisa lebih tapi kurang dari dua (2) tahun, 2 (2) bulan upah;


c. waktu kerja 2 (2) tahun atau bisa lebih tapi kurang dari 3 (3) tahun, 3 (3) bulan upah;


d. waktu kerja 3 (3) tahun atau bisa lebih tapi kurang dari empat (4) tahun, 4 (4) bulan upah;


e. waktu kerja 4 (4) tahun atau bisa lebih tapi kurang dari lima (5) tahun, 5 (5) bulan upah;


f. waktu kerja 5 (5) tahun atau bisa lebih tapi kurang dari enam (6) tahun, 6 (6) bulan upah;


g. waktu kerja 6 (6) tahun atau bisa lebih tapi kurang dari tujuh (7) tahun, 7 (7) bulan upah;


h. waktu kerja 7 (7) tahun atau bisa lebih tapi kurang dari delapan (8) tahun, 8 (8) bulan upah;


i. waktu kerja 8 (8) tahun atau bisa lebih, 9 (9) bulan gaji.


Sesaat di draft UU Cipta Kerja 812 halaman, frasa 'paling banyak' di Klausal 156 ayat (2) di hilangkan. Berikut bunyinya:


(2) Uang pesangon seperti disebut di ayat (1) diberi dengan ketetapan seperti berikut:


a. waktu kerja kurang dari satu (1) tahun, 1 (1) bulan upah;


b. waktu kerja 1 (1) tahun atau bisa lebih tapi kurang dari dua (2) tahun, 2 (2) bulan upah;


c. waktu kerja 2 (2) tahun atau bisa lebih tapi kurang dari 3 (3) tahun, 3 (3) bulan upah;


d. waktu kerja 3 (3) tahun atau bisa lebih tapi kurang dari empat (4) tahun, 4 (4) bulan upah;


e. waktu kerja 4 (4) tahun atau bisa lebih tapi kurang dari lima (5) tahun, 5 (5) bulan upah;


f. waktu kerja 5 (5) tahun atau bisa lebih, tapi kurangdari 6 (6) tahun, 6 (6) bulan upah;


g. waktu kerja 6 (6) tahun atau bisa lebih tapi kurang dari tujuh (7) tahun, 7 (7) bulan upah;


h. waktu kerja 7 (7) tahun atau bisa lebih tapi kurang dari delapan (8) tahun, 8 (8) bulan upah;


i. waktu kerja 8 (8) tahun atau bisa lebih, 9 (9) bulan gaji.


Postingan populer dari blog ini

However final month, College of California head of state Measure Yudof as well as

Prime Minister Benjamin Netanyahu indicated that people had been beheaded by Hamas in an appearance beside Secretary of State Antony Blinken

Britain will delay a series of key climate targets